Mamuju, RelasiIndonesia.com – Dalam momentum perayaan HUT ke-80 Republik Indonesia, Provinsi Sulawesi Barat dihadapkan pada tantangan serius berupa defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang mencapai Rp200 miliar. Situasi ini menjadi sorotan utama berbagai pihak, termasuk Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam (BADKO HMI) Sulawesi Barat, khususnya di Bidang Partisipasi Pembangunan Daerah (PPD).
Ketua Bidang Partisipasi Pembangunan Daerah HMI Badko Sulbar Aco Riswan,
menegaskan pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk memperkuat upaya pencegahan korupsi, khususnya pada aspek pengawasan, penganggaran, pengadaan, dan pelaksanaan program baik di tingkat pemerintah daerah maupun pusat.
“Kami menekankan pentingnya kesamaan pandangan antara eksekutif dan legislatif daerah. Kami juga memperkuat fungsi pengawasan dengan mengakses data berdasarkan UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP) No. 14 Tahun 2008, yang menjamin hak setiap warga untuk memperoleh informasi,” ujar Aco, Sabtu (17/8).
Menurutnya, transparansi informasi publik adalah fondasi utama dalam membangun tata kelola pemerintahan yang bersih dan akuntabel.
Optimalisasi Potensi Daerah untuk Tekan Defisit
Provinsi Sulawesi Barat memiliki kekayaan alam yang melimpah. Namun, menurut HMI, potensi tersebut belum dikelola secara maksimal, terutama dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Diperlukan kesamaan persepsi antara pemerintah daerah dan DPRD, serta pengawasan intens dari masyarakat sipil untuk memaksimalkan PAD dan menekan defisit yang terjadi,” lanjut Aco.
Empat Aspek Prioritas dan Risiko Korupsi
BADKO HMI Sulbar juga menyoroti empat aspek utama yang harus dibenahi secara serius:
1. Penganggaran
2. Pengadaan barang dan jasa
3. Pengelolaan Barang Milik Daerah (BMD)
4. Optimalisasi pajak daerah
Keempat aspek ini dianggap sebagai titik rawan yang dapat membuka celah praktik koruptif jika tidak diawasi secara ketat.
“Dengan defisit yang ada, setiap rupiah anggaran harus dikelola dengan penuh tanggung jawab. Keterlambatan atau manipulasi dalam proses penganggaran sangat berisiko dan harus dicegah sejak awal,” tegas Aco.
KUA-PPAS 2026 Harus Terbuka untuk Publik
BADKO HMI Sulbar meminta agar pembahasan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) Tahun Anggaran 2026 dilakukan secara transparan. Masyarakat perlu diberikan akses data agar bisa menilai langsung kesesuaian antara usulan program dan kebutuhan riil masyarakat.
“Program yang diusulkan harus berbasis kebutuhan. Jika tidak tepat sasaran, hal itu bukan hanya merusak efisiensi, tapi juga menghambat potensi peningkatan PAD.”
Sorotan Terhadap Sektor Pajak, SDA, dan BUMD
BADKO HMI juga mengidentifikasi beberapa penyebab defisit, antara lain:
Realisasi pendapatan pajak dan deviden yang belum optimal
Participating Interest (PI) dari sektor migas Lerelerekang yang belum jelas
Pengelolaan hibah vertikal dan pajak dari sektor sumber daya alam (SDA)
Pengawasan terhadap BUMD, sektor pajak, dan SDA menjadi sangat penting untuk mencegah kebocoran anggaran dan penyalahgunaan wewenang.
Dukung Langkah Gubernur, Tolak Kepala OPD Bermasalah
Terkait sikap Gubernur Sulbar, Bapak SDK, yang menerapkan mekanisme tracking dalam memilih Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD), BADKO HMI Sulbar menyatakan dukungan penuh.
“Kami tidak sepakat jika ada kepala OPD yang diduga menyalahgunakan uang negara justru kembali ditarik menjadi pejabat. Ini mencederai semangat reformasi birokrasi,” tegas Aco.
Langkah Nyata: Akses dan Kajian RPJMD
Sebagai langkah awal, BADKO HMI Sulbar akan mengakses dan mengkaji dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) untuk memastikan sinkronisasi dengan usulan APBD Perubahan dan KUA-PPAS Tahun 2026.
“Kami berkomitmen mengawal tata kelola pemerintahan dari perencanaan, penganggaran, pengadaan, hingga pelaporan pembangunan agar semua berjalan lebih terarah, efisien, dan bebas dari penyimpangan,” tutupnya.
(Md)












