Mamuju  

IPM-MATENG Desak Ditreskrimsus Polda Sulbar Serius Tangani Dugaan Perjalanan Fiktif Sekwan DPRD Sulbar

Mamuju, RelasiIndonesia.com – Ikatan Pelajar Mahasiswa Mamuju Tengah (IPM-MATENG) desakan Polda Sulbar lambannya penanganan dugaan kasus korupsi perjalanan dinas fiktif oleh Sekretaris DPRD Sulawesi Barat (Sekwan), Muhammad Hamzih. Hingga kini, Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sulbar dinilai belum menunjukkan langkah tegas dalam menangani kasus yang diduga merugikan negara hingga miliaran rupiah.

“Kami mendesak Polda Sulbar, khususnya Ditreskrimsus, untuk tidak bermain mata dengan kekuasaan. Ini soal keadilan. Hingga hari ini belum ada kejelasan hukum terkait status Sekwan Provinsi, padahal dana fiktif yang diduga digelapkan mencapai angka fantastis,” kata Ketua Umum IPM-MATENG, Muh. Afdal Alfarizhy Kata Selasa (3/6/2025).

IPM-MATENG menilai penanganan kasus ini menggambarkan ketimpangan hukum yang masih terjadi di Indonesia. Mereka menyebut aparat penegak hukum seolah kalah oleh tekanan politik dan kekuasaan.

“Kalau rakyat kecil yang bersalah, cepat diproses. Tapi ketika melibatkan pejabat, semuanya jadi abu-abu. Sampai kapan institusi penegak hukum membiarkan kepercayaan publik terus terkikis?” tambah Afdal.

Lebih jauh, IPM-MATENG menyoroti batas waktu yang telah ditetapkan oleh Inspektorat Provinsi Sulbar, yakni 30 Mei 2025, untuk pengembalian dana fiktif tersebut. Namun hingga tenggat tersebut berlalu, belum ada tindakan nyata dari aparat kepolisian.

“Sementara itu, Sekwan masih bebas berkeliaran, duduk di kursi jabatan DPRD, menerima gaji, dan beraktivitas seolah tidak melakukan kesalahan apa pun. Publik bertanya: ke mana dana perjalanan fiktif itu? Mengapa orang yang paling bertanggung jawab masih aman dari jerat hukum? Jangan-jangan ini memang disengaja untuk melindungi kepentingan politik tertentu,” ujar Afdal.

IPM-MATENG menegaskan, jika dalam waktu dekat belum ada langkah tegas dari pihak kepolisian, mereka siap menggelar aksi yang lebih besar dengan menggandeng elemen masyarakat sipil lainnya.

“Hukum bukan alat kekuasaan. Jika institusi kepolisian tidak berani menegakkan kebenaran, maka kami yang akan terus berdiri di garis depan untuk menagihnya,” tutup Afdal dengan nada tegas.

(Ys)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *