Mamuju  

Usulan Sulbar Sebagai Provinsi Kepulauan, Badko HMI Desak Kajian Akademik dan Uji Publik: “usulan ini masih prematur.

Mamuju, RelasiIndonesia.com – Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam Sulawesi Barat (Badko HMI) mengkritik rencana Gubernur Sulawesi Barat, Suhardi Duka (SDK), untuk menetapkan provinsi tersebut sebagai provinsi kepulauan.

Ketua Badko Bidang Partisipasi Pembangunan Daerah HMI Badko Sulbar Aco Riswan Mengatakan, langkah ini masih prematur dan perlu ditopang oleh kajian akademik mendalam, uji publik yang inklusif, serta argumentasi yang kuat berdasarkan data geografis, sosial-ekonomi, dan kerangka hukum konstitusional.

“Sulawesi Barat sebenarnya merupakan provinsi yang sebagian besar berbasis daratan. Pusat pemerintahan dan kegiatan di enam kabupatennya sebagian besar terletak di daratan. Menyebutnya sebagai provinsi kepulauan hanya karena mencakup 42 pulau, terlalu dini,” Kata Aco Riswan, Kamis (7/8).

Geografi Sulbar Lebih Dominan Daratan

Berdasarkan data BPS Provinsi Sulawesi Barat, total luas daratan wilayah Sulbar mencapai sekitar 16.787,18 km², Pulau-pulau tersebar di sejumlah kabupaten pesisir seperti Majene, Mamuju, Pasangkayu, dan Polewali Mandar. Hal ini berbeda jauh dengan struktur wilayah Provinsi Maluku yang memiliki 1.340 pulau, atau Kepulauan Riau dengan lebih dari 2.408 pulau dan 96% wilayahnya berupa laut.

“Usulan ini belum memiliki dasar yang kuat. Belum ada pembahasan di DPRD kabupaten maupun provinsi, dan para bupati sebagai pemilik wilayah juga belum menyampaikan sikap. Jika belum dibahas di daerah, maka pengusulan ini belum transparan dan berisiko ditolak masyarakat,” ungkapnya

Karakteristik Wilayah Sulbar Tidak Seragam

Kami juga menyoroti bahwa Sulbar bukan wilayah dengan karakteristik tunggal kepulauan. Wilayah ini memiliki bentang daratan pegunungan yang luas, selain pesisir.

“Sejarah pembentukan Sulbar tidak lepas dari representasi dua elemen penting: masyarakat pesisir (PBB) dan masyarakat pegunungan (PUS).
Menyamaratakan Sulbar sebagai daerah kepulauan justru mengaburkan identitas lokal dan mempersempit cara pandang pembangunan,” pangkasnya.

Aco Riswan menanggapi pernyataan pejabat Pemprov seperti Junda Maulana yang menyebut status kepulauan bisa diusulkan karena semua kabupaten memiliki pulau.

“Pernyataan itu terlalu general. Kalau alasannya hanya karena setiap kabupaten punya pulau, perlu ada paparan lebih lanjut. Apalagi belum ada pembahasan terbuka di daerah soal ini.” pangkasnya

Apakah ada tujuan lain, atau hanya untuk memajukan kepentingan masyarakat kepulauan?

“Mengapa tidak menggunakan program aksi afirmatif seperti Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk daerah tertinggal, yang didasarkan pada statistik kemiskinan, konservasi, dan isolasi, jika memang ingin membangun kepulauan?”

Syarat Daerah Kepulauan Tak Terpenuhi

penetapan status daerah kepulauan memiliki beberapa syarat yang harus dipenuhi:
1. Luas laut lebih besar dari daratan. Saat ini belum ada data resmi yang menunjukkan bahwa wilayah laut Sulbar lebih dominan dibanding daratannya.
2. Persebaran penduduk tidak merata dan tergolong miskin. Faktanya, pulau-pulau di Sulbar banyak yang tidak berpenghuni secara permanen, melainkan rumah singgah nelayan.
3. Jarak antar pulau dan pusat pemerintahan jauh dan terisolasi. Sebagian besar pulau di Sulbar, seperti di Polewali Mandar, hanya berjarak dekat dari pusat kota dan akses relatif mudah.
4. Pengelolaan sumber daya laut.

“Kalau gubernur sulbar SDK hanya melihat fenomena padatnya pulau-pulau di Mamuju lalu menggeneralisasi seluruh provinsi, kebijakan itu layak dipertanyakan,”

Rekomendasi Badko HMI Sulbar

Badko HMI Sulbar memberikan beberapa rekomendasi kepada Pemprov dan stakeholder terkait:

1. Melakukan kajian akademik komprehensif melibatkan ahli geospasial, hukum tata negara, dan kebijakan publik
2. Membuka ruang uji publik untuk memastikan proses demokratis dan partisipatif.
3. Mengkaji skema pembangunan afirmatif seperti DAK tanpa harus mengubah status administratif provinsi.
4. Transparansi narasi dan motivasi kebijakan agar tidak menimbulkan kecurigaan politis.

“Kami tidak menolak pengembangan wilayah kepulauan. Tapi jangan sampai status ini hanya jadi narasi tanpa substansi. Mari jujur melihat peta, mari jujur membaca data,” tutup Aco Riswan

(Ys)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *